Selasa, 21 Oktober 2008

Resesi Ekonomi : Dampak Globalisasi atau Gombalisasi Ekonomi..?


Ketika harga saham dan komoditi pun berjatuhan laksana "udan tekek", ujan gerimis yang terus menerus tanpa henti di siang hari, seluruh elemen masyarakat yang merasa tahu ekonomi, baik yang tahu betulan maupun yang pas-pasan atau bahkan yang sok tahu alias tidak tahu pun terhenyak kaget dan panik ....wah giliran Indonesia yang akan mengikuti rontoknya ekonomi sang raksasa dunia, sang "rahwana" Amerika.....Akhirnya pemerintahpun turun tangan dengan memerintahkan BEI untuk "puasa", tidak melakukan transaksi apapun, supaya harganya tetap sama di saat transaksi terakhir dilakukan, sekaligus memerintahkan BUMN2 besar untuk melakukan "buy back" atas saham2nya supaya harganya terdongkrak naik lagi... Suatu tindakan emergency yang cukup lumayan, di tengah kegalauan para pelaku ekonomi (besar)... saya tidak menyangka kalau akhirnya pemerintahpun mau melakukan intervensi pasar dan tidak hanya berpangku tangan belaka dengan alasan klasik "kapitalisme" bahwa " biarlah pasar yang menyeimbangkan dirinya sendiri...tidaklah pasar perlu untuk diintervensi.."

Dunia ini memang aneh...peristiwa rontoknya harga saham/komoditi di suatu negara lha kok ya nulari negara2 yang lain...bahkan mata uang kita pun juga ikut2an rontok, sehingga membuat harga2 pada naik sehingga untungnya para penjual wedang ronde, tahu bacem, martabak dan toko2 kelontong itupun ikut2an turun seperti layaknya harga2 saham/komoditi di wall street...yang tempatnya pun mereka tidak tahu ... Kalau dipikir-pikir apa tho andil mereka di bursa sehingga mereka harus ikut merasakan dampaknya...

Ini karena orang2 kaya yang duitnya banyak itu yang pada sakpenake jual beli saham lewat internet yang membuat harga jadi gak karuan...kata pak toyo, penjual "sate kere", sate yang bukan terbuat dari potongan daging tapi tempe, yang membeli biasanya dari orang2 yang tidak mampu (kere).. Saya pikir komentarnya benar juga, lumayan juga penjual sate kere update juga dengan berita2 terkini...

Memang kalau dilihat komentarnya cukup mengena...lha memang saat ini di dunia, yang namanya harga ya ditetapkan melalui proses transaksi jual-beli di lantai bursa..Mulai dari saham perusahaan, komoditi bahkan sampai ke mata uang...Tidak terhitung jumlah uang yang berputar dalam ajang perang harga di lantai bursa itu yang tersebar di berbagai penjuru dunia...dari mulai new york, london, tokyo...sampai jakarta...dan gilanya lagi indeks harga pada bursa2 tempat berlangsungnya transaksi itupun ikut diperdagangkan...lha rak hebat tenan ekonomi dunia ini...Transaksinya pun tidak main-main...triliunan dollar tiap hari, benar-benar luar biasa...

Kalau dikaji lagi siapa yang terjun dalam kancah "pasar" yang luar biasa efisien itu adalah tidak lain daripada para pemilik modal besar yang telah mengucurkan dananya untuk saling berebut kepemilikan perusahaan ataupun yang avonturir yang bermaksud mendapatkan keuntungan besar dari fluktuasi harga yang terjadi akibat transaksi di lantai bursa... Keuntungan besar yang bukan main2 benar2 ditawarkan dalam "perdagangan " ini...dari fasilitas options, margin sampai short sell dimana para pelaku dapat menjual "barangnya (saham/komoditi)" dahulu di saat harga tinggi dan membelinya nanti di harga bawah...lha rak ampuh tenan. Tapi juga tidak lupa, kerugian besarpun menanti dari "perdagangan" ini... tidak terhitung banyaknya orang yang bunuh diri karena bangkrut, perusahaan, bank, bahkan negarapun bisa bangkrut dibuatnya....Hebatnya lagi dalam "pasar" ini, transaksi tidaklah mengenal batas negara dan wilayah.....hampir seluruh negara di dunia menyatukan dirinya dalam transaksi ini...akhirnya dunia saling bergantung pada setiap proses ekonomi ... inilah yang namanya Globalisasi Ekonomi... David Hoyle menulis dalam Jurnal Infed bahwa globalisasi ekonomi adalah keterkaitan dan berkembangnya proses produksi, distribusi, komunikasi, dan teknologi di segenap penjuru dunia tanpa mengenal batas wilayah/teritorial (suprateritoriality).

Dengan globalisasi ekonomi, harga produksi sate kere pak toyo pun tergantung pada naik-turunya harga kedelai yang diperdagangkan di bursa komoditi dunia .... Seandainya George Soros mau mengambil untung di bursa komoditi, dia tinggal mengambil posisi beli pada komoditi kedelai dengan milyaran dolar investasinya sehingga harga kedelaipun naik dan menjualnya nanti di saat harga sudah mencapai nilai yang diinginkannya...Kenapa harga bisa naik oleh sosok George Soros...? Karena besarnya nilai uangnya yang ditransaksikan akan mendorong efek psikis para investor lain untuk ramai2 memborong komoditi yang sama sehingga harganya pun akan naik seiring permintaan pasar...Lha kalau menurut para ekonom2 jagoan itu kalau yang namanya sistim pasar kan akan mencapai kondisi "keseimbangan atau equilibrium" dimana terjadinya harga yang optimal antara penawaran dan permintaan..? George Soros dalam bukunya Alchemy of Finance, menyatakan bahwa di dunia riil kondisi equilibrium itu mustahil bisa tercapai, karena pasar memiliki kecendrungan untuk melakukan penyesuaian atas sasaran yang bergerak, sebagaimana kasus harga kedelai itu tadi...Jadi pasar riil cenderung untuk anti-equilibrium, tegasnya... Lha kalau begitu George Sorosnya untung besar, pak Toyo nya bingung menghitung berapa harga sate kerenya harus dijual, wong harga kedelainya naik terus... Dinaikkan terlalu besar, kere pun gak bisa beli...paling ya untungnya pakToyo dikorbankan, supaya kere bisa tetap beli satenya... Ironis memang...

Jadi tidaklah mengherankan kalau kita lihat seiring dengan bertambahnya para baby boomers, para orang kaya baru di berbagai penjuru dunia, meningkatnya kesehjateraan sosial di beberapa negara industri maju, juga bertambahnya ratusan juta manusia miskin dan kelaparan di belahan dunia lain...Para manusia yang tidak memiliki kesempatan untuk bermain dalam "pasar hebat yang efisien" ini haruslah siap dan mau untuk menggantungkan nasibnya di tangan manusia2 lain yang memiliki kekuatan untuk saling berperang mempertaruhkan kekayaannya guna mendapatkan keuntungan atau kerugian yang berlipat-lipat jumlahnya...Dan ketika "pasar" yang dianggap ampuh luar biasa itu runtuh ... maka keruntuhanpun juga ditanggung oleh seluruh manusia yang ada di dunia ini karena besarnya ketergantungan yang sudah terbentuk...

Tindakan pemerintah untuk melakukan intervensi pasar, cukup bijaksana untuk menanggulangi dampak krisis ekonomi dunia...tapi belum bisa menunjukkan tekad kuatnya untuk melepaskan ketergantungan perekonomian nasional dari luar negeri...Namun yang cukup melegakan sudah banyak para tokoh2 ekonom yang sudah saling mengingatkan perlunya penyeimbangan struktur ekonomi nasional.....7 triliun sudah disiapkan untuk intervensi "pasar", besar harapan adanya triliunan rupiah lagi yang dapat dikucurkan oleh pemerintah pada area sektor ekonomi dimana pak Toyo dan para rekan seprofesinya berkutat, para petani, para buruh, para karyawan, para tenaga kerja informal, dan juga sebagian masyarakat yang belum mendapatkan pekerjaan berada...  Sektor Riil memang tidak seefisien lantai bursa, tapi sektor riil lebih menyejukkan dan membawa harapan bagi semua elemen masyarakat. Para pedagang kecil, petani, nelayan, buruh, dan karyawan  hanya mengharapkan dapurnya tetap "ngebul" dan bisa hidup dengan layak...mereka tidak mengerti apa itu globalisasi dan dampak manfaatnya yang terlalu njelimet bagi mereka...mereka hanya ingin bisa bekerja dan bekerja dan hidup dengan layak...Globalisasi ekonomi yang kerap membawa krisis bagi mereka hanyalah "Gombal"...alias kain bekas, yang biasa ditujukan pada sesuatu yang tidak bermanfaat.....Semoga  globalisasi ekonomi tidak menjadi gombalisasi ekonomi .....



Tidak ada komentar: