Jumat, 24 Oktober 2008

Kayu ... Oh Kayu




Sore kemarin indeks ditutup melemah... Boleh dibilang semua sektor melorot .. rot. Padahal sebelumnya saat senin indeks sempat menguat...orang-orang pada berkoar, semuanya sudah mulai membaik, krisis hampir berlalu...Lha ini lagi dumeh (mentang-mentang) baru dikasih naik beberapa poin, wis koar-koar (berteriak-teriak)... Besoknya muncul berita pengangguran naik, panen kelapa sawit tidak tertampung, dan kemiskinan akan meningkat...Mbok aja dumeh.

Kalau dipikir-pikir ojo dumeh inilah yang dimiliki industri informasi umumnya surat kabar alias koran... Mereka tetap tenang, menampilkan apa adanya...malah di situasi yang gonjang ganjing ini, koran atau berita atau sumber2/ media informasi, mungkin termasuk blog2 jadi laku, omzet penjualannya bisa dipastikan meningkat...karena meningkatnya kecenderungan untuk up date berita.... Jadi bisnis informasi terutama koran mendulang keuntungan gara2 tidak berdumeh...laku gak laku ya gak ngomong, untung gak untung tidak pernah sesumbar...meski tidak berdumeh tapi kerap membuat orang-orang lain yang menerima informasi jadi malah, ber dumeh, gumun (terheran-heran), dan kaget (terkejut/panik) karena berita yang diusungnya...Ironi? Yah begitulah dunia ini ... menunggu godot .. begitu kata seniman terkenal, Rendra..

Pagi ini saya tertarik melihat masalah perkayuan ... satu dikarenakan saham perusahaan2 yang bergerak di industri kayu ini pada melorot lumayan tajam, dimotori salah satu perusahaan raksasa Barito Pacific (BRPT) yang harganya sempat bertengger di kisaran 1,400 an terus sekarang ini tengah berjuang di kisaran 450 - 500 an... BRPT memang tidak masuk dalam kategori Kompas 100 (blue chips versi Kompas) tapi banyak diminati pasar dan direkomendasi oleh perusahaan2 sekuritas karena prospeknya yang bagus di masa depan seiring dengan meningkatnya ekspor kayu sebelum masa krisis... yang kedua adalah adanya insentif dari pemerintah atas 23 investor kehutanan berupa keringanan PPh...

Kayu sempat jadi primadona, terlebih selepas krisis moneter di Indonesia tahun 1997/98 lalu... dimana ekspor kayu bagaikan salah satu pahlawan baru yang datang memberikan kontribusi menambah devisa negara yang saat itu lagi "kanker" alias "kantong kering" yang akut... Sampai2 setiap di setiap pelosok negeri, semua tangan menjadi gatal untuk membabat dan menebang hutan sak mau-maunya... kembali... dumeh..mentang-mentang mau pada jadi pahlawan menyelamatkan devisa negara di satu sisi, dan menjadi kaya di sisi lainnya.....Sampai-sampai pemerintah akhirnya kesal pada sepak terjang manusia-manusia yang berusaha menjadi pahlawan kesiangan itu, yang pada merambah hutan seenak udelnya sendiri, akhirnya ditetapkanlahkan hukuman yang cukup "mematikan" bagi para penjarah atau perambah hutan itu..

Dumeh kayu sedang digila-gilai para pelanggannya di luar negeri saat itu, sampai-sampai kayu yang bermutu baik hampir dikatakan sulit untuk dicari di Indonesia... Mencari plywood berkualitas baik, jangankan mahal, barangnyapun gak ada... kalau ditanya, ini kayu-kayu pada kemana tho..? Jawabannya maaf pak, semuanya dikonsentrasikan ke eskpor... Mungkin kayu ini merupakan satu dari sekian banyak fenomena yang terjadi saat ini dimana akhirnya salah satu penyebab ketergantungan ekonomi nasional pada luar negeri tidak saja hanya pada "impor" atau "hutang" atau juga "penanaman modal asing", akan tetapi juga ekspor...

Mantan presiden Soekarno, dahulu semasa masih berjuang di masa pergerakan nasional, dalam salah satu tulisannya yang tertuang dalam "Di Bawah Bendera Revolusi", juga sangat mengecam tingginya ekspor yang terjadi pada masa kolonial dari hasil-hasil perkebunan di Hindia Belanda, yang mengabaikan kebutuhan domestiknya..Ekspor besar, rakyat jajahan tetap melarat.. Lha fenomena masa kolonialisme seakan bernostalgia kembali dewasa ini...

Anjloknya saham dan kinerja industri kayu nasional di saat resesi global ini tidaklah mengherankan mengingat tingginya nilai ekspor dari komoditi ini... apalagi Eropa dan Amerika menjadi salah satu tujuan dominannya selama ini.. Begitu kantong rakyat di negara2 kawasan itu pada mulai kempes dan tidak kuat lagi untuk membeli kayu Indonesia, ..habis sudah pelanggan mereka dan produknya tidak lagi laku dijual, produksi stop, stockpun menumpuk.. Di satu sisi, akibat konsentrasi pada ekspor, tertinggalnya pembangunan infrastruktur dalam satu dekade ini sehingga berpengaruh pada lemahnya usaha pemberdayaan daya beli masyarakat nasional (domestik), membuat permintaan domestikpun tidak bisa menolong...

Kembali kalau pepatah orang Jawa bilang, semua itu ada untungnya ...atau hikmah nya...Mungkin resesi ekonomi di Amerika Serikat dan saat ini juga sudah mulai menulari Eropa ini, menjadi trigger agar kebijakan untuk membangun infrastruktur ekonomi nasional kembali digalakkan supaya pasar domestik bisa tumbuh dan berkembang dengan kuat...Lha masak penduduknya sak eropa, kalah sama eropa...begitu pasti komentar Pak Toyo, penjual sate kere di jogja.. Pemberian insentif sudah bijak supaya mendorong gairah usaha untuk memompa produksi nasional di industri kehutanan seyogyanya diikuti dengan jalan-jalan, jembatan, pelabuhan, sarana-sarana pelayanan penyuluhan usaha kecil, lumbung-lumbung desa, koperasi desa, sekolah-sekolah, dan lain-lainnya yang juga sudah saatnya untuk dipikirkan menjadi skala prioritas untuk dibangun, dibangun, dan dibangun....

Pasar Domestik yang kuat, akan membuat saham perusahaan2 yang bergerak di industri kayu nasional akan berperforma bagus, dan mampu menopang struktur ekonomi nasional.. di sisi lain rakyat Indonesia juga tidak susah mencari kayu yang berkualitas baik.. Jadi tidak ada lagi ratapan kayu...oh kayu...

Tidak ada komentar: